Oleh : Aznil Tan
Jumawa penguasa mesti dilawan. Begitu juga ugal-ugalan pemerintah bagi-bagi kue dan nepotisme yang mengancam keberlangsungan negara Indonesia.
Sebagaimana diketahui, peristiwa baru-baru ini membunuh rasa keadilan berbangsa dan bernegara. Jokowi sekarang semakin pede setelah sukses mendesain anak sulungnya menjadi Walikota dan Wakil Presiden, anak bungsunya sebagai Ketum partai (sekarang lagi berproses menjadi Gubernur), menantunya menjadi Walikota (sekarang lagi berproses menjadi Gubernur).
Atas kesuksesan tersebut, dia tanpa merasa bersalah dan tanpa tahu malu pada republik dan bangsa ini lalu lanjut bagi-bagi jabatan kepada pendukungnya dan keluarganya. Seperti Grace Natalie, adalah sosok tangan kanan anak Jokowi, Kaesang, diangkat menjadi stafsus presiden dan juga mendapat jatah Komisaris Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Politikus Partai Gerindra sekaligus anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran, Fuad Bawazier juga ditunjuk sebagai Komisaris Utama (Komut) MIND ID.
Begitu juga, politikus Partai Gerindra yang juga Wakil Bendahara TKN Prabowo-Gibran, Simon Aloysius Mantiri yang diangkat menjadi Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen PT Pertamina (Persero).
Sementara, Nurizka Puteri Jaya yang juga politikus Partai Gerindra lalu diangkat jadi Komisaris Utama PT Pupuk Sriwidjaja Palembang.
Para loyalis PSI pun diberi tambahan kue. Eks kader PSI sekaligus staf khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Tsamara Amany ditunjuk menjadi komisaris independen Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
Selain pendukung Jokowi dan para kelompok Solo panen jatah, keponakan Jokowi pun tidak ketinggalan dapat bagian. Keponakannya bernama Joko Priyambodo diangkat sebagai Direktur Pertamina.
Lebih brutal lagi. Tiba-tiba Felicitas Tallulembang adalah seorang yang berasal dari partai Gerindra dan pernah duduk sebagai anggota DPR RI pada tanggal 17 Mei 2024 ditunjuk menjadi komisaris BSI dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).
Tidak cukup kebrutalan bagi-bagi kue kekuasaan, diakhir jabatan Jokowi lalu membuat kebijakan-kebijakan yang menambah Penderitaan Rakyat, seperti TAPERA, Uang Kuliah Tinggi/UKT, menaikkan pajak PPN, pajak pertambahan nilai, Menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, memperpanjang kontrak PT Freeport, Izin Tambang kepada Organisasi Masyarakat (Ormas), serta lahirnya RUU TNI, RUU Polri dan RUU Penyiaran yang membunuh demokrasi.
Rakyat pun dikagetkan berbagai kasus membunuh rasa keadilan seperti Kasus korupsi Timah 271 triliun, Kasus 109 triliun emas palsu Antam dan sampai kasus Vina.
Ditengah rakyat sedang frustasi melawan kejumawaan penguasa menganggap negara ini seperti milik gerombolan mereka, ternyata Muhammadiyah mempunyai cara sendiri.
Muhammadiyah sebagai organisasi yang mempunyai kekuatan kapital lalu bergerak menghajar kearoganan penguasa. Muhammadiyah memiliki asset ratusan triliun dan memilki dana di salah satu bank plat merah bernama BSI (Bank Syariah Indonesia) melakukan gerakan mencabut kapitalnya yang dikelola oleh BUMN.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menginstruksikan untuk melakukan rasionalisasi dan konsolidasi dana simpanan dan pembiayaan dari Bank Syariah Indonesia (BSI).
Diperkirakan dana Muhammadiyah sebesar Rp 13 – 15 triliun ditarik dari BSI kemudian dialihkan kepada bank syariah lainnya (yang bukan plat merah/BUMN).
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah rupanya tak hanya menarik dana simpanan mereka di Bank Syariah Indonesia (BSI). Yayasan Muhammadiyah bahkan meminta semua karyawan yang menggunakan BSI untuk penggajian diimbau segera mengganti rekening.
Langkah dilakukan Muhammadiyah ini sangat smart dan soft. Saya menganalogikannya seperti seorang pendekar memotong tangan lawannya.
Gerakan sosial dilakukan Muhammadiyah bukan seperti peledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Melawan penguasa zhalim tetapi tidak menghancurkan orang lain yang tidak berdosa dan tidak merusak lingkungan.
Langkah ini patut ditiru bagi yang punya hati nurani. Pajak sebagai sumber utama pendanaan pejabat-pejabat korup dan zhalim bisa dipotong juga oleh kekuatan rakyat.
Mungkinkah disusul oleh gerakan rakyat boikot pajak?. (**)