DEOLIPA VS NEO-ORBA

Aznil Tan

Oleh : Aznil Tan, Aktivis 98

Aktivis 98 memang pelopor. Satu lagi sosock dari kalangan Aktivis 98 bernama Deolipa Yumara muncul menarik perhatian publik karena berhasil membongkar secara terang-benderang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yang dilakukan oleh seorang jenderal bintang 2 dari kepolisian bernama Ferdy Sambo.

Publik mengapresiasi karena kependekaran Deolipa dalam mendobrak sistem atau budaya selama ini dalam penegakan hukum yang kaku dan praktek manipulatif, kemudian tersaji secara terbuka dan fair.

Aktivis 98 ini berhasil menjungkir-balikan skenario yang dirancang oleh Fredy Samo bersama petinggi-petinggi kepolisian dalam memanipulatif kasus pembunuhan BrigadirJoshua. Fredy Sambo tidak bisa mengelak dan akhirnya mengakuinya.

Namun sangat disayangkan. Belum tuntas pengungkapan kasus tersebut tiba-tiba ditengah jalan Deolipa bersama rekannya Boerhanuddin dipecat sebagai pengacara Bharada E.

Pemecatan tersebut membuat publik kaget dan penuh pertanyaan. Ada apa?

Bagaimana tidak, publik jadi curiga. Kematian Brigadir Joshua tersebut penuh kejanggalan.

Setelah 1 bulan kematian Brigadir Joshua pada tanggal 8 Juli 2022 barulah pada tanggal 9 Agustus 2022 Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J.

Peran besar Aktivis 98 Deolipa sebagai pengacara Bharada E ini membuat terobosan dalam mengungkap kasus tersebut ditengah krisis kepercayaan publik pada instansi penegakan hukum.

Selama 1 bulan penuh skenario kebohongan dan menipu publik, namun dia babat habis sehingga akhirnya Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Setidaknya ada 31 polisi yang diperiksa oleh Irsus karena terseret skenario Irjen Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir J.

Dengan gayanya yang tidak umum di dunia hukum, dia bersama Boerhanuddin membongkar kebohongan yang berpotensi diplintir, alias ‘Ferdy Sambo Diselamatkan’ oleh gangster di kepolisian. Deolipa bersama Boerhanuddin mengeluarkan pernyataan bahwa Ferdy Sambo sebagai pelaku utama dan otak pembunuhan Brigadir Joshua. Mereka menyebut Ferdy Sambo adalah mafia

Publik pun terperangah. Berdecak kagum atas keberanian Deolipa dan Boerhanuddin bertempur ditengah ‘Gangster Sambo.’

Banyak orang beranggapan Aktivis 98 itu urat takutnya sudah putus. Kenapa hal itu bisa terbentuk? Penyebabnya karena Aktivis 98 itu sudah khatam tentang sistem sebuah negara dan peran masing-masing penguasa (eksekutif, legislatif dan yudikatif) di sebuah negara Republik. Apalagi menyangkut negara demokrasi yang dperjuangkan oleh para Aktivis 98 sejak 24 tahun yang lalu.

Intinya, Indonesia adalah negara milik bersama dan hukum sebagai panglima tertinggi. Tidak ada lagi penguasa bisa mentang-mentang di Republik ini seperti zaman Soeharto. Ideologi tersebut lah maka Aktivis 98 tidak ada takutnya.

Pola-pola selama ini kaku, tertutup dan penuh kebusukan adalah salah-satu perlawanan Aktivis 98. Deolipa sebagai Aktivis 98 sangat faham itu. Dia menunjukkan ke publik tentang bagaimana tata cara penegakan hukum berlangsung secara terbuka dan blak-blakan.

Maka tak aneh kehadiran Aktivis 98 ini bikin getar-getir para mafia di kepolisian. Dia membuka fakta baru dalam mengungkap kasus tersebut. Akhirnya Fredy Sambo ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 9 Agustus 2022.

Sampai saat ini, perlawanan 98 tersebut masih terus bergerak. Maka tak aneh kehadiran Aktivis 98 berbeda dengan orang-orang yang masih dididik dengan budaya Orde Baru.

Meski sudah 24 tahun Reformasi berjalan tetapi masih banyak penganut Budaya Orba. Gaya Deolipa dinilai gaya urakan dan tidak beretika (mereka mengunakan istilah tidak fair). Sebagaimana diketahui, birokrasi bergaya Orba dianggap sosok orang beretika dan kalangan orang meneer (orang berkelas).

Maka gaya Orba masih dijadikan standar dalam membangun budaya tatakrama di lingkungan mereka. Sementara gaya 98 dianggap adalah gaya orang urakan. Kelompok liar diluar kebiasaan para pengamat faham Neo-Orba.

Maka kehadiran Deolipa diluar ekspektasi pihak kepolisian dari grup Ferdy Sambo. Dia ternyata beda dengan pengacara yang bisa memenuhi permintaannya.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andriyanto tiba-tiba mencak-mencak menyerang Deolipa dihadapan media. “Pengacara yang baru datang ini tiba-tiba seolah-olah dia yang bekerja sampaikan informasi kepada publik, kan nggak fair itu,” kata Agus di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Dia bilang, sebelum polisi menunjuk Deolipa dan Boerhanuddin sebagai pengacara baru untuk Bharada E, Eliezer sudah berjanji untuk membuka peristiwa yang sebenar-benarnya ke polisi.

Setelah keluar pernyataan dari Kabareskrim Polri, pada tanggal 10 Agustus 2022, kuasa hukum Deolipa dan rekannya Muhammad Boerhanuddin, dicabut mendampingi Bharada E.

Kabar inilah mengejutkan publik dan menambah panjang polemik di tengah masyarakat. Selain terkesan tiba-tiba, sosok Deolipa mendapat respons positif dari publik.

Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santosa meminta kepolisian untuk tidak mengintervensi pekerjaan pengacara.

“Jangan intervensi pekerjaan pengacara. Anda tidak berhak intervensi pekerjaan pengacara. Pengacara berhak menyampaikan satu pernyataan di depan publik. Saya mau mengingatkan Polri posisinya tidak di atas pengacara. Kapolri harus memeriksa pencabutan kuasa ini. Ini tidak main-main ini intervensi pekerjaan pengacara,” ucap dia, di acara yang sama.

Jelas sudah ! Pihak Polri merasa kekuasaan mereka miliki adalah satu-satunya berkuasa penuh dalam penegakan hukum di negara Republik ini.

Inilah saya sebut gaya dan watak Orde Baru. Merasa mereka berkuasa penuh atas Republik ini sebagaimana dilakukan oleh 32 tahun rezim Soeharto.

Meski Indonesia sudah 24 tahun menjalankan Reformasi tetapi bukan hal yang mudah menghapus watak Orde Baru yang sekarang berubah bentuk menjadi faham Neo-Orba.

Penunjukan pengacara baru untuk Bharada E, yakni Ronny Talapessy membuat publik kecewa. Publik meragukan kehadiran pengacara Ronny bisa menyajikan pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang penuh kebohongan dan permainan mafia dalam Gangster Sambo.

Kasus Fredy Sambo menjadi studi kasus permainan mafia hukum di Indonesia. ”Gangster Sambo’ ini bisa menjadi entry point membongkar kebusukan selama ini terjadi oleh para penegak hukum memanfaatkan instansi negara untuk melakukan praktek-praktek kejahatan dan persekongkolan jahat memanipulasi kasus.

Sosok Deolipa dibutuhkan di Republik ini untuk melawan Permainan gangster. Supremasi hukum adalah agenda besar Reformasi yang mesti dikawal terus. [**]

Baca Juga:  Stafsus Bupati Boltim Terseret Isu Pungli, Koalisi Masyarakat Minta Polda Sulut Turun Tangan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *