BALI – Edukasi pada masyarakat terus dilakukan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Seperti yang dilakukan belum lama ini, DJKI menggelar puncak Festival HAKI di Bali, mengusung tema “KI Terlindungi, Ekonomi Mandiri”.
Pelaksanaan acara tersebut bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya perlindungan kekayaan intelektual (KI) dalam mendorong ekonomi yang berbasis kreativitas dan inovasi, khususnya bagi pelaku UMKM.
Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Kurniaman Telaumbanua, yang menjadi salah satu narasumber pada acara tersebut memberikan pandangan mendalam tentang peran KI dalam mendorong ekonomi mandiri, terutama bagi pelaku UMKM, serta menjelaskan berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh DJKI untuk memudahkan masyarakat dalam melindungi karya dan kreativitas mereka melalui pendaftaran KI.
Hal itu dikatakan Kurniaman saat dilakukan wawancara eksklusif oleh Ketua Umum PWRC (Persatuan Wartawan Reaksi Cepat), Kornelius Wau, di kantornya Gedung Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia, Jalan HR. Rasuna Said Kav. 8-9, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2024).
Dalam wawancara tersebut, Kurniaman membahas berbagai topik seputar kekayaan intelektual, mulai dari pentingnya perlindungan KI bagi pelaku UMKM hingga langkah-langkah yang telah diambil oleh DJKI untuk mempermudah proses pendaftaran merek, hak cipta, dan paten di Indonesia.
Kurniaman menekankan bahwa kekayaan intelektual merupakan fondasi utama dalam mendukung kreativitas yang produktif.
“Jika kreativitas tidak dilindungi, maka itu akan menghambat inovasi. Ekosistem KI dimulai dari kreativitas dan inovasi, namun perlindungan terhadap KI sangat penting agar potensi tersebut dapat berkembang dan memberi dampak ekonomi,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum dan komersialisasi hasil kreativitas yang telah dilindungi oleh KI.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat, khususnya UMKM, dapat memanfaatkan perlindungan KI untuk menciptakan nilai ekonomi yang signifikan.
Selain menampilkan berbagai budaya Indonesia, terutama yang berasal dari Bali, pada festival HAKI juga diselenggarakan ekshibisi produk UMKM dan indikasi geografis.
“Produk-produk kita sangat indah dan berkualitas. Sekarang, tantangan terbesar adalah menumbuhkan kesadaran untuk mencintai, melindungi, dan memanfaatkan produk dalam negeri untuk kesejahteraan ekonomi,” kata Kurniaman.
Festival ini juga menjadi sarana sosialisasi bagi masyarakat agar semakin memahami pentingnya perlindungan KI.
Untuk mempermudah masyarakat, DJKI membuka loket konsultasi KI selama dua hari, di mana masyarakat dapat berkonsultasi mengenai pendaftaran merek, paten, hak cipta, dan indikasi geografis.
“Kami membuka akses langsung untuk masyarakat yang ingin memahami dan mendaftarkan kekayaan intelektual mereka,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, pertunjukan seni yang digelar selama festival juga disisipkan dengan narasi-narasi edukatif mengenai pentingnya KI, menjadikan acara lebih interaktif dan menyenangkan, terutama bagi generasi muda.
“Kami sadar, generasi muda tidak lagi tertarik dengan metode sosialisasi yang formal. Oleh karena itu, kami mencoba pendekatan yang lebih kreatif dan dekat dengan mereka,” tambahnya.
Kurniaman juga menyoroti pentingnya sinergi dengan berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam mengembangkan ekonomi berbasis kekayaan intelektual.
Menurutnya, pemerintah daerah harus memiliki visi yang jelas dalam mendukung kreativitas masyarakat melalui perlindungan KI.
“Pemimpin daerah harus memahami potensi ekonomi berbasis KI. Dengan demikian, mereka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui inovasi dan kreativitas masyarakatnya,” ujarnya.
Sebagai contoh, Kurniaman menjelaskan bahwa perlindungan merek dagang untuk produk UMKM dapat meningkatkan nilai jual dan daya saing produk di pasar, baik nasional maupun internasional.
“Merek yang dilindungi tidak hanya melindungi produk dari pembajakan, tetapi juga memberikan keuntungan ekonomi bagi pemiliknya,” jelasnya.
Menepis anggapan bahwa proses pendaftaran KI sulit dan memakan biaya tinggi, Kurniaman menegaskan bahwa sejak 2019, DJKI telah menerapkan sistem pendaftaran online yang memudahkan masyarakat.
“Sekarang, hanya dengan smartphone, siapa pun bisa mendaftarkan kekayaan intelektual mereka. Bahkan, pencatatan hak cipta kini hanya memakan waktu sekitar 10 menit,” paparnya.
Ia juga menekankan pentingnya kejujuran dalam pendaftaran merek dan paten, agar tidak menimbulkan sengketa hukum.
“Pendaftaran KI bukanlah sekadar izin, tetapi hak yang harus diuji. Merek atau paten yang diajukan harus orisinal dan tidak meniru karya orang lain,” tegasnya.
Melalui festival ini, DJKI berharap semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya kekayaan intelektual dan dampaknya terhadap perekonomian.
“Kreativitas yang dilindungi oleh KI akan menjadi poros baru perekonomian masyarakat,” ujarnya menutup. (*/Redaksi)