New Normal Pilkada 2020

Oleh: Johnny Alexander Suak

RAPAT dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu melalui Link FB DPR RI dengan membahas pelaksanaan Pilkada 2020 pasca Perppu 2 tahun 2020. Berdasarkan hasil pembahasan bahwa pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 serentak tetap digelar pada Desember 2020. Namun dengan syarat menggunakan protokol kesehatan wabah virus corona.

Hal itu dipertegas oleh pernyataan Mendagri dalam RDP dengan Komisi II DPR yang dilakukan secara fisik dan virtual, di Jakarta, Rabu (27/5), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak akan dilaksanakan pada Desember 2020 dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan khususnya pada tahapan pilkada yang berisiko penularan COVID-19.

“Belajar dari pengalaman negara lain dan kemudian bagaimana menyiasatinya, Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan pada Desember dengan protokol kesehatan. Kemendagri telah menyampaikan kepada KPU bahwa perlu dipertimbangkan beberapa kegiatan dalam tahapan Pilkada 2020 yang bisa dilakukan secara berjenjang dan virtual.

Berkenaan dengan itu akan kita telaah setiap tahapan yang bisa dilakukan secara berjenjang dan virtual dalam tulisan ini dengan Topik New Normal Pilkada 2020.

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH

Pemutakhiran data pemilih adalah rangkaian kegiatan yang terencana yang dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibantu Petugas Pemutakhitan Data Pemilih (PPDP) dalam rangka penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS), hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Baca Juga:  Batalkan Kehadiran Jokowi di Forum Rapim MN KAHMI

Pemutakhiran data pemilih hingga penetapan daftar pemilih tetap (DPT) adalah tahapan yang paling krusial selain pungut hitung. Maka KPU perlu mempersiapkan tahapan pemutakhiran data hingga penetapan DPT pada Pilkada 2020 dengan protokol Covid 19.

Tahapan penyusunan daftar pemilih sendiri bisa dimulai pada Bulan Juni 2020 hingga penetapan DPT pada Oktober 2020. Kesiapan waktu yang masif dan situasi pelaksanaan yang disesuaikan protokol kesehatan tidak akan mengurangi resiko ketidakpastian hukum.

Namun dibutuhkan aturan teknis bagaimana pelaksanaan Coklit secara Online, dan jika harus turun lapangan maka perlu diatur petugas yang melakukan secara “door to door” dengan mengenakan sarung tangan dan alat pelindung diri (APD).

Penyelenggara pemilu dalam hal ini badan adhoc perlu mengambil langkah-langkah untuk melakukan pemutakhiran data pemilih secara online ataupun virtual seperti: melakukan sosialisasi dengan media elektronik lebih intens; Webkusi dengan stakeholder pemilu serta partai politik, membekali petugas PPS dan PPDP/Pantarlih dengan pedoman protokol kesehatan dalam penyusunan data pemilih; serta dalam penyisiran data pemilih dengan menggunakan apilkasi DPT tools yang ada.

PENYELENGGARA PEMILU ADHOC

Dalam hal pembentukan badan penyelenggara adhoc, untuk PPK, PPS dan KPPS dalam pelaksanaan Pilkada 2020 dalam menjalankan berdasarkan protokol covid perlu dipertimbangkan syarat usia dan status sehat serta tidak ada penyakit penyerta karena mempertimbangkan kondisi lapangan pada masa pandemi Covid-19.

Baca Juga:  Jokowi : Pilkada 2020 Tak Akan Ditunda

Dalam hal batasan usia bagi penyelenggara pemilu Adhoc perlu dilonggarkan karena untuk anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) idealnya berusia 21 tahun. Untuk diketahui, saat ini peraturan batasan usia untuk anggota PPK dan PPS adalah 25 tahun.

Sementara untuk anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), diusulkan agar batasan usianya adalah 17 atau 18 tahun. Selain memberikan kesempatan bagi kaum milenial berkontribusi, yang terpenting mereka relatif lebih gesit dan teliti dalam bekerja serta memiliki imun yang kuat dan sehat.

*Virtual Reality Training bagi Penyelenggara Pemilu Adhoc*

Perkembangan pelatihan kerja saat ini telah memasukkan bantuan VR training untuk mengoptimalkan kemampuan. Selain terbukti efektif dan efisien, pelatihan dengan memanfaatkan teknologi Virtual Reality terbukti lebih melibatkan kekooperatifan peserta pelatihan dalam mencapai hasil optimal. Proses belajar yang dirasakan dalam Virtual Reality (VR) training tak hanya dirasa menyenangkan, tetapi juga lebih mudah diserap.

Seperti apakah training dengan Virtual Reality yang dimaksud? Pada dasarnya, pelatihan kerja VR dilakukan secara simpel, menempatkan trainee di lingkungan 3D interactive yang relevan dengan materi yang mau diajarkan berbantu headset audio-visual. Cukup sampai sini, trainee sudah bisa merasakan lingkungan kerja sebenarnya.

Baca Juga:  Politik dan Politisasi Covid-19

Mungkinkah VR Training bisa dilakukan bagi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta KPPS, tergantung KPU dalam aturan teknisnya.

Sebuah lembaga riset Forrester mengatakan, pelatihan kerja menggunakan VR Training dibutuhkan bagi berisiko kerja tinggi. Dalam situasi masa pademi Covid 19, penyelenggara pemilu Adhoc dalam melakukan setiap tahapannya merupakan salah satu kegiatan yang berisiko kerja tinggi. Karena bisa terpapar Covid 19 tetapi melalui VR training, petugas coklit bisa mensimulasi penggunaan perangkat virtual untuk bisa melakukan pemutahiran data pemilih. sehingga bisa terhindari dari risiko terpapar Covid 19.

Virtual reality sebagai alat bantu simulasi pada tahapan pemutakhiran pemilih bahkan juga pada tahapan pencalonan serta kampanye. Alih-alih menerjunkan langsung para penyelenggara pemilu ke lapangan, simulator VR bisa memperlihatkan suasana coklit, pendaftaran pencalonan bahkan kampanye seperti di lapangan. Bisa dibilang, ini cara yang lebih aman, dan terjamin keselamatan penyelenggara pemilu.

Dengan demikian pelaksanaan pilkada 2020 dengan tatanan normal baru dapat dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu tentu dengan mematuhi protokol kesehatan semoga. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *