EXPOSEMEDIA. ID, MANADO – Polemik pergantian 27 pejabat kumtua di Minahasa Selatan, oleh Pejabat Sementara Bupati Minahasa Selatan Mecky Onibala, akhirnya terjawab sudah.
Kementerian PAN-RB, mengatakan, pergantian 27 pejabat kumtua yang terjadi di Minahasa Selatan, tidak melanggar aturan yang berlaku.
Penegasan itu disampaikan lewat video confrence yang dilakukan Gubernur Sulawesi Utara Agus Fatoni dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik di Kantor Gubernur, Kamis (15/10).
Vidcon tersebut digelar Dirjen Otda Kemendagri dalam rangka membahas penggantian penjabat Hukum Tua di Minahasa Selatan yang dilakukan Pjs Bupati Minsel Meiki Onibala beberapa waktu lalu.
Pertemuan tersebut melibatkan KPU, Bawaslu, KASN, BKN dan Kemenpan RB untuk mendengar penjelasan terkait masalah tersebut.
“Hari ini kami kembali ditugaskan kepada pimpinan untuk membicarakan dinamika yang terjadi di Minahasa Selatan,” sahut Dirjen Otda Kemendagri Akmal mengawali vidcon tersebut.
Malik juga menambahkan bahwa pertemuan itu sekaligus untuk menyamakan persepsi terkait permasalahan yang terjadi selama ini.
“Forum ini adalah forum menyamakan presepsi terkait apa yang terjadi di Minahasa Selatan, ini bukan forum untuk mencari siapa yang salah siapa yang benar, siapa yang sombong siapa yang tidak sombong,” katanya.
“Ini ranahnya untuk mencari, melihat persepsi, melihat pihak-pihak tentang apa yang terjadi di Minahasa Selatan,” sambungnya.
Sementara itu, Pjs Gubernur Sulut Agus Fatoni menyampaikan terima kasih atas keterlibatan Dirjen Otda Kemendagri untuk memfasilitasi pertemuan ini.
“Terima kasih atas fasilitasi pada hari ini sehingga kita bisa klarifikasi dan juga kita bisa mendengarkan semua pihak, terkait permasalahan yang terjadi di Minahasa Selatan,” ujarnya.
Fatoni juga menjelaskan selama ini telah proaktif dalam menyikapi isu yang berkembang terkait permasalahan ini sebelumnya.
“Saya selaku Pjs Gubernur pada awal menerima laporan masyarakat langsung klarifikasi kepada Pjs Bupati Minsel dan kami juga rapat di provinsi dan kami juga memanggil dan memberikan peringatan terkait posisi Pjs Bupati,” ungkapnya.
“Dan tugas kami akan terus kami laksanakan untuk melakukan pembinaan pada Pjs di kabupaten kota,” lanjutnya.
Adapun pihak Kemenpan RB menerangkan bahwa penggantian penjabat Hukum Tua tidak melanggar aturan yang berlaku.
“Jadi masukan dari pimpinan yang lain menyatakan bahwa masalah pelantikan Plt kades ini tidak melanggar pasal 71. Jadi menurut Kemenpan RB tidak perlu ijin dari Mendagri,” katanya.
Sebelumnya Pjs Bupati Minsel Meiki Onibala telah menjelaskan penggantian penjabat Hukum Tua yang terjadi di Minsel telah sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal ini disampaikannya kepada KPU, Bawaslu, KASN, BKN, Kemenpan RB dan Dirjen Otda selaku yang memfasilitasi pertemuan tersebut.
Dan dari penjelasan tersebut yang berkaitan dengan pengisian kekosongan jabatan oleh Pjs Bupati Minsel bukan merupakan tindakan yang melanggar peraturan.
Penjelasan pihak Kemenpan RB melalui Dirjen Otda yang membolehkan pergantian Kumtua dikuatirkan menjadi landasan hukum baru bagi pejabat daerah lain, baik Pjs ataupun lainnya untuk mengganti hukum tua atau kepala lingkungan di tengah suasana menjelang Pilkada Serentak 9 Desember 2020 mendatang.
Diberitakan sebelumnya, pergantian 27 pejabat kumtua yang dilakukan Pjs Bupati Minsel Mecky Onibala mendapat tanggapan
Pengamat Hukum Tata Negara Unsrat Manado Toar Palilingan. Dia menilai langkah yang dilakukan Onibala merupakan kekonyolan.
Apalagi kata dia proses mutasi yang dilakukan Onibala tanpa memerhatikan Surat Edaran (SE) Nomor : 821/970/SJ tentang penggantian pejabat oleh Pj/Plt/Pjs kepala daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak.
“Dalam SE tersebut Mendagri menegaskan kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada serentak. Maka pejabat yang ditugaskan Pjs tidak diperkenankan melakukan mutasi jabatan kecuali mendapat izin tertulis Mendagri,” ungkap Palilingan.
Sebagai pejabat senior harusnya kata Palilingan Onibala menunjukkan sikap arif dan bijaksana. Sebab kata dia melakukan roling di masa pilkada tanpa prosedur dan mekanisme hukum patut diduga sarat kepentingan politik.
“Dampaknya besar. Bisa menimbulkan kegaduhan di publik,” tandasnya. (hmas/dou/rin/*)