PP-Muhammadiyah Pertanyakan Kebijakan ‘New Normal’

EXPOSEMEDIA.ID, JAKARTA – Muhammadiyah mempertanyakan kebijakan pemerintah memberlakukan new normal di tengah pemberlakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dan belum bisa diatasinya Covid-19.

Demikian poin penting dari Pernyataan Pers PP Muhammadiyah, Dalam surat bernomor: 002/PER/l.O/l/2020 tentang Pemberlakukan New Normal yang dibuat di Jakarta, 05 Syawal 1441 H/28 Mei 2020 M dan ditandatangani Ketua Umum Prof Dr H Haedar Nashir MSI dan Sekretaris Umum Dr Abdul Mu’ti MEd.

Berikut isi suratnya:
Bismillahirrahmanirrahim
Berbagai pemberitaan dan pernyataan Pemerintah tentang “new normal” akhir-akhir ini menimbulkan tanda tanya dan kebingungan masyarakat.
Di satu sisi Pemerintah masih memberlakukan PSBB tapi pada sisi lain menyampaikan pemberlakuan relaksasi.
Kesimpangsiuran ini sering menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat. Bahkan, demi melaksanakan aturan kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan.

Demikian halnya dengan “new normal”. Perlu ada penjelasan dari Pemerintah tentang kebijakan “new normal”. Jangan sampai masyarakat membuat penafsiran masing-masing. Di satu sisi, mall dan tempat perbelanjaan mulaí dibuka, sementara masjíd dan tempat íbadah masih harus ditutup.
Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara aparat pemerintah dengan umat dan jamaah. Padahal ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah, yang sangat tidak mudah keadaanya di lapangan bagi umat dan bagi ormas sendiri demi mencegah meluasnya kedaruratan akibat wabah Covid-19.

Laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 masih belum dapat diatasi. Tetapi Pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan “new normal”. Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi.

Wajar jika kemudian tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi. Penyelamatan ekonomi memang penting, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah Covid-19 belum dapat dipastikan penurunannya.
Karena itu, Pemerintah perlu mengkaji dengan seksama pemberlakuan “new normal” dan penjelasan yang objektif dan transparan terutama yang terkait dengan: (1) dasar kebijakan “new normal” dari aspek utama yakni kondisi penularan Covid-19 di Indonesia saat ini, (2) maksud dan tujuan “new normal”; (3) konsekwensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik, (4) jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan “new normal” (5) persiapan-persiapan yang seksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah Covid-19.
Pemerintah dengan segala otoritas dan sumberdaya yang dimiliki tentu memiliki legalitas kuat untuk mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian akan sepenuhnya bertanggungjawab atas segala konsekuensi dari kebijakan “new normal” yang akan diterapkan di negeri tercinta.
Semua pihak di negeri ini sama-sama berharap pandemi Covid-19 segera berakhir di Indonesia maupun di mancanegara. Namun semuanya perlu keseksamaan agar tiga bulan yang telah kita usahakan selama ini berakhir baik. Semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia. (rin/*)

Baca Juga:  Bertemu Kepala BP2MI, Kohati PB HMI Bahas Terkait Posisi Pekerja Migran Perempuan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *