SUPREMASI MILITER DAN PETAKA AMERIKA

Oleh : Nizam Halla

Nizam Halla

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, kekuatan Militer Amerika Serikat (AS) digambarkan oleh para Analisis Pertahanan sebagai Negara dengan perlengkapan Tempur paling Prestisius di abad 21. Anggaran Pemerintah untuk mendukung pertahanan AS juga dinilai paling “glamour” sedunia, Tahun ini Presiden AS Joe Biden menggelontorkan anggaran pertahanan senilai 768 miliar dollar AS. Nilai tersebut melebihi tiga kali anggaran China dan hampir 12 kali lipat anggaran Rusia. Washington bahkan mengalokasikan 28 miliar dollar AS untuk program senjata nuklir.

Meski demikian dukungan kekuatan Alutsista yang Fantastis tersebut tak lantas membuat AS terlihat jumawa.terutama jika menghadapi perang berskala besar. Setidaknya pasca perang Dunia II. Sejarah telah mengkonfirmasi bahwa Kekuatan Militer AS tidak selalu paralel dengan keberhasilan menaklukkan suatu Wilayah.

Tahun 1950, Presiden Harry S Truman memerintahkan pasukan AS menghalau invasi komunis di Korea, hingga tahun 1953 perang berkecamuk, Pasukan AS dan sekutunya diusir oleh Pasukan Koalisi uni Soviet dan Tiongkok di semenanjung Korea sekaligus mengagalkan tujuannya menyatukan Korea dibawah kendali Barat.

Baca Juga:  Pasca Terima PIN Emas Satgas Mafia Tanah, Risat Sanger Ingatkan Kejaksaan Tinggi

Tahun 1965, Pasukan AS terjebak dalam peperangan panjang melawan Tentara Vietnam Utara dan gerilyawan Vietkong, tercatat kurang lebih 50.000 tentara amerika tewas dan 150.000 lainnya mengalami cacat permanen. Pasukan yg berhasil selamat dalam perang mengerikan tersebut mengalami trauma dan depresi “macan kerta” semacam ketakutan yg muncul tanpa sebab.

Tahun 1980, AS menarik diri dari keterlibatan mereka dalam perang sipil Libanon setelah seorang gerilyawan meledakkan sebuah bom truk, meluluhlantakan barak marinir dan menewaskan 264 anggota Marinir AS.

Tahun 1990, “kemenangan kilat” dalam Perang Teluk kembali menaikkan pamor Militer Amerika dimata Dunia setelah mengalami kekalahan memalukan dari “Pasukan Sipil” Vietkong, namun Para Pengamat Militer memandang Perang Teluk bukanlah kemenangan, melainkan cara AS memantik Perang Saudara di antara Negara-Negara Teluk. Tahun 2011, Presiden Barack Obama menarik seluruh pasukannya dari Irak, Negara ini dibanjiri kekerasan sektarian dan setiap harapan membangun negara Demokratis Pro Barat selalu menemui kegagalan.

Baca Juga:  Riyad Mahrez Sang Penari

Tahun 1993, intervensi Politik AS di Somalia memicu kemarahan Mohamed Farah Aideed hingga menyebabkan kedua kubu terlibat kontak senjata, puncaknya, pada pertempuran Mogadishu, dalam sehari, sebanyak 18 tentara AS terbunuh, segera setelah kejadian tersebut, Presiden Bill Clinton, menarik Pasukannya dari Somalia. Salah satu peristiwa yang paling diingat dunia adalah jatuhnya helikopter andalan AS, Black Hawk, akibat serangan milisi.

Tahun 2001, sebanyak 19 Ekstrimis Jihadis Al-Qaeda membajak dua pesawat United Airlines dan America Airlines serta menabrakannya di dua menara kembar WTC dan Pentagon. World Trade Centre, gedung tinggi yang menjulang sebagai simbol Kapitalisme AS luluh lantak hanya dalam waktu dua jam! Setidaknya 3000 orang tewas dalam insiden tersebut.

Kurang dari sebulan pasca serangan mematikan itu, Presiden George Bush meluncurkan “Operasi Kebebasan Abadi” di Afghanistan. Dua puluh tahun setelahnya invasi militer yang dipimpin oleh AS dinyatakan berakhir. Pemerintahan Joe Biden memutuskan untuk menarik pasukannya dari Afghanistan pada April 2021. Hingga kini Taliban masih jauh dinyatakan kalah dan justru tetap menjadi kekuatan besar. Lebih dari 2.300 anggota militer AS dilaporkan tewas dan lebih dari 20.000 luka-luka.

Baca Juga:  Aktivis Muda Papua Desak Pemerintah Bekukan KNPI yang Didalangi Oligarki

Kini AS dan Negara-Negara Aliansi NATO dihadapkan pada skenario Perang melawan Rusia pasca “invasi” Negeri beruang merah itu ke Ukraina. Meningkatnya Eskalasi ketegangan kedua Negara berpotensi memicu peperangan antara “musuh bebuyutan” begitu terbuka. Konflik bersenjata Rusia-Ukraina akan menjadi ujian paling relevan dan ajang pembuktian kedigjayaan AS di bidang Militer. Apakah Superioritas Militernya mampu mengimbangi kemampuan tempur pasukan Rusia yang memiliki Gen khas Bangsa Slavia kuno yang terkenal pemberani atau AS justru kembali terjembab dalam petaka kekalahan traumatis masa lalu? Perlu di buktikan. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *