Perkembangan Teknologi Perbankan Modern di Indonesia

Ruscain (Foto Exposemedia)

Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.

Perkembangan teknologi bank digital yang pesat bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perbankan. Terlebih dengan momentum situasi pandemi saat ini, menjadikan pergeseran pola transaksi dari konvensional ke digital.

Tren peningkatan penggunaan digital banking juga terlihat dengan pengurangan kantor cabang dan penutupan ATM.

Perubahan asepek akibat dari perubahan teknologi tersebut untuk menjawab tantangan integrasi gaya hidup, otomasi, layanan perbankan yang dapat berempati dan mengerti, proaktif dan forward thinking. Aspek keamanan dan kepercayaan menjadi penting bagi bank, sehingga nasabah mempercayai bank sebagai one stop service bagi kebutuhannya.

Seiring dengan berkembangnya teknologi digital di era revolusi industri 4.0 ini, pandemi Covid-19 yang dimulai sejak dua tahun lalu turut mendorong percepatan transformasi digital perbankan.

Baca Juga:  Keperihatinan Atas Problem Pertambangan di Pohuwato

Pandemi virus Corona yang disertai pembatasan mobilisasi orang atau aktivitas fisik memaksa masyarakat harus beradaptasi dan perlahan melakukan transaksi ekonomi melalui platform daring (dalam jaringan/online) atau digital.

Mengacu pada data Inventure (2020), yang dikutip dalam buku Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru diterbitkan, salah satu dampak yang terlihat adalah perubahan transaksi perbankan selama pandemi.

Transaksi-transaksi yang awalnya banyak dilakukan di kantor cabang saat ini dilakukan secara digital atau online melalui mobile banking, internet banking, ataupun call center yang digerakkan oleh artificial intelligence.

Melihat fenomena tren digitalisasi di atas, OJK akhirnya menerbitkan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan pada akhir Oktober 2021.

Cetak biru tersebut berfokus pada 5 elemen utama yang akan memberikan kebijakan digitalisasi untuk perbankan, yakni soal pedoman implementasi data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, dan tatanan institusi pada industri perbankan.
Terdapat sejumlah peluang digital bagi perbankan di era revolusi industri 4.0 ini.

Baca Juga:  Raih 539.039 Suara, KPU Sulut Tetapkan YSK-Victory Pemenang Pilkada 2024

Pertama, soal potensi demografis. Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar keempat di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, saat ini, lebih dari 70% populasi penduduk Indonesia berada di rentang usia produktif (15 hingga 64 tahun).

Secara lebih rinci, struktur demografi Indonesia didominasi oleh Generasi Z (perkiraan usia sekarang 8-23 tahun), Generasi Milenial (24-39 tahun), dan Generasi X (40-55 tahun) sehingga memiliki segmen konsumen paling prospek.

Dominasi ketiga generasi tersebut–yang bisa dikatakan generasi melek digital–merupakan peluang emas bagi bank bertransformasi menjadi bank digital.

Kedua, potensi ekonomi digital RI yang kian tumbuh. Menurut Bain, Google, dan Temasek (2020), Indonesia berpeluang menjadi negara dengan perkembangan ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN, yakni mencapai US$44 miliar. Nilai ekonomi digital RI diprediksi akan mencapai US$124 miliar pada tahun 2025.
Ketiga, potensi penetrasi penggunaan internet. Menurut data We Are Social dan Hootsuite (2021), penetrasi pengguna internet di Indonesia telah mencapai 202,6 juta jiwa atau 73,7% pada Januari 2021. Angka ini meningkat 15,5% dari Januari 2020.

Data tersebut menunjukkan, gelombang digitalisasi terus berkembang di RI yang tercermin dari semakin tingginya tingkat pemanfaatan dan penggunaan internet.

Keempat, mengenai populasi masyarakat yang belum punya rekening bank (unbanked) yang masih tinggi.

Berdasarkan hasil riset Bain, Google, dan Temasek (2019), sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki rekening di bank dan memiliki keterbatasan akses terhadap layanan keuangan (underbanked) dengan jumlah masing-masing mencapai 92 juta jiwa dan 47 juta jiwa.Angka ini merupakan yang terbesar di Kawasan ASEAN.

Adapun, jumlah masyarakat yang telah memiliki rekening di bank (banked) baru mencapai 42 juta jiwa.

Kelima, soal perilaku digital masyarakat yang terbilang semakin intens.

Sebagai gambaran kepemilikan gawai (gadget) seperti mobile phone, smartphone, laptop, tablet, dan smartwatch menjadi salah satu indikator kesiapan masyarakat untuk beralih ke saluran digital.

Ruscain, Ikatan Bankir Pancasila dan Aktivis 98

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *