Oleh: Hairil Paputungan
NAMANYA Sulaeda Simbala. Ia lahir pada 1920. Punya 8 anak. Tiga dari suami pertama, Almarhum Salim Latojo. Biasa orang Tutuyan Induk menyapa dengan Sangadi Latojo.
Cerai. Lalu menikah lagi dengan Ahmad Mokodompit. Pria yang beda usia 22 tahun dengan Nenek Rusdin, panggilan Sulaeda, itu kini masih setia mendampinginya di usia seabad.
Dengan Ahmad, ia punya lima anak. Saat disambangi di rumah sederhananya Desa Tutuyan Induk Lingkungan 2 Kecamatan Tutuyan, Bolaang Mongondow Timur, Nenek Rusdin menyebut sang suami sedang sakit.
“Papa lagi dirawat di Rumah Sakit Kotamobagu di Pobundayan,” sambung salah satu putrinya.
Ahmad Mokodompit sudah sepekan dirawat karena sakit tua. Nenek Rusdin masih bugar. Ingatannya masih kuat. Fisiknya belum terlihat rapuh. Duduk-pun masih tegak.
Tanpa sandaran. Ia punya selera humor tinggi. Celetukkannya renyah dan acap bikin orang terpingkal. Intinya ia masih bisa mengerjakan hal-hal mendasar tanpa bantuan anak dan cucunya.
Yang penting ada pinang, sirih, kapur sirih dan tembakau di mejanya. Mengunyah pinang, itu kegemaran Nenek 33 Cucu, 32 Cece dan satu cicit semenjak dulu hingga sekarang.
Satu hobi uniknya lagi, yakni minum es cukur. Dalam sehari, ia bisa menghabiskan tiga gelas es cukur jualan tetangga rumahnya. Hebatnya, es cukur ia bisa konsumsi dalam kondisi apapun. Meski hujan sekalipun. Tanpa ada keluhan apa-apa.
Meski sudah berusia seabad, ia masih mengingat jelas sosok Suhendro Boroma. Edo, panggilan Suhendro di kalangan rakyat Boltim, langsung ia kenali begitu salah satu putrinya menyebut Ibunda Edo, Ny Hj Pingku Paputungan.
“Oh, Ki Adi’ I Ma Ade Pingku iko? Ki adi’ i Mama Iya. Kotaawanku ambe,” sambutnya riang (Oh, anaknya Mama Ade Pingku’ alias Mama Iya).
Om Edo didampingi sang istri Ny Sitti Nurlaili Djenaan mengunjungi rumah Nenek Rusdin Minggu (13/9) pagi. Begitu diberitahu Om Edo salah satu calon Bupati Boltim, ia langsung memanjatkan doa.
“Poigumon mako kon I Togi Kawasa Allah SWT in iko mobali’ Bupati. Iko mobali’ pomarentah nami.” (Saya mohon kepada Allah SWT, kamu yang akan jadi Pemimpin Kami). Ucapnya setengah terbata. Meski bicaranya mulai agak cadel karena usia, intonasi vokal Nenek Rusdin masih lantang.
Kehadiran Edo dan istri yang didampingi salah satu Presidium KAHMI Sulut, Hi Suardi ‘Idun’ Hamzah, membuat suasana rumah Nenek Rusdin menjadi ramai. Beberapa anak dan cucunya yang tinggal berdekatan pun turut membaur. Mereka bangga dan haru Papa Aji, masih ingat orang tua yang dulu adalah sahabat kental Ayah dan Ibu Om Edo.
“Nyanda sangka au e. Papa Aji mosuka datang lia pa Mama,” tutur putrinya yang menjadi penerjemah ketika ada beberapa kalimat yang harus diperjelas.
Hanya dengan kaos oblong dan sarungan, Om Edo dan Ny Lili langsung menyalami sekaligus mencium tangan Nenek Rusdin.
“Seperti melihat sosok Mama pada diri Nenek Rusdin,” ucap Dirut Jawa Pos Grup ini.
Hampir sejam Suhendro dan rombongan kecil bersilaturahmi di kediaman Nenek Rusdin. Mendengar ia berkisah zaman perjuangan dulu. Termasuk perjuangan bersembunyi dari kejaran tentara Jepang.
Meski sudah renta, gurat kecantikan masa muda Nenek Rusdin masih jelas. Dagunya lancip, kulit putih bersih dan rambut sedikit ikal.
“Mungkin Mama orang tertua di Tutuyan Induk. Yang sebaya Mama sudah wafat semua,” imbuh putri bungsunya.
Yang tak kalah heboh, anak-anak Nenek Rusdin bangga sang ibu oleh orang-orang tua di Boltim dikenal sebagai kembang desa pada zamannya. Buktinya, meski beda usia 22 tahun, Ahmad Mokodompit yang saat itu belum genap 20 tahun kepincut janda tiga anak ini.
“Kecantikan Mama bikin Papa jatuh cinta walau keduanya beda usia cukup jauh. Alhamdulillah, hingga kini tetap langgeng. Bahkan makin tua makin mesra saja,” tutur anak-anaknya.
Saat hendak pamit, Edo sekali lagi meminta restu dan doa Nenek Rusdin agar dirinya diberi amanah oleh rakyat pada Pilkada 9 Desember 2020 mendatang.
“Iko bi’ kinoibog in rakyat. Sukurmako sin noibog pabi’ mobui mangoy monompia kon lipu,” (Kamu yang diinginkan rakyat. Sukur karena masih ingat untuk pulang membangun kampung halaman).(***)