“Maulid Nabi, dan Keteladanan Politik”

Oleh: Hairil Paputungan, Jurnalis Senior

SALAH  satu buku terlaris judulnya: 100 Tokoh Paling Berpengruh di Dunia. Buku ini ditulis Michael H. Hart.

Buku best seller yang selalu dicetak ulang, itu mencantumkan Nabi Muhammad SAW di urutan pertama.

Penulis kesohor ini tentu punya alasan menempatkan Rasulullah di posisi puncak.

Pertama, Muhammad membuat perubahan penting bagi umat manusia. Yang dampaknya terasa hingga sekarang.

Kedua, Muhammad bukan saja tokoh agama. Tapi juga tokoh politik dan Jenderal Perang.

Ketiga, Muhammad mampu menunjukkan secara paripurna berbagai keunggulan sebagai seorang pemimpin. Kecerdasan, strategi, kesabaran dan ahklak terpuji.

Baca Juga:  BOLTIM: Rival Politik Mulai Sesak Napas, SBRG pun Diserang Kampanye Negatif

Banyak pemimpin dunia yang hebat. Tapi, acap dholim terhadap keluarga, teman, dan pasukannya.

Muhammad pengecualiannya. Ia sangat mencintai dan dicintai pengikutnya. Ia diteladani karena sebenar benarnya memberi teladan. Bukan diikuti karena ancaman dan paksaan.

Dalam bahasa politik Islam, Sang Nabi memiliki semua syarat penting sebagai pemimpin. Yakni, Shidiq (jujur), Istiqomah (sabar, teguh, konsisten), Ftahonah (cerdas), Amanah (bisa dipercaya) dan Tabligh (mampu mendidik beriringan antara ajaran dan perbuatan).

Inilah sebenar benarnya cermin. Bahwa Islam bukan sekadar agama etis. Yang hanya berisi ajaran-ajaran moral. Tetapi juga agama dengan semangat perubahan ke arah lebih baik.
Perubahan dalam Islam termasuk dalam bentuk perjuangan politik, ekonomi, budaya dan banyak lagi semacamnya.

Baca Juga:  Hikmah Ramadhan: Puasa dan Fitrah Sebagai Negarawan

Itulah sebabnya, sebagai pengikut Nabi, kita wajib meneladani. Seperti termaktub dalam Quran Surah Al Ahzab, ayat 21; ‘’Sesungguhnya di dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagimu.’’

Dalam konteks ini saya menulis tidak memosisikan diri sebagai ahli agama. Lebih kepada menyorot etos kepemimpinan. Yaitu, umat tidak boleh sembarangan dalam memilih pemimpin. Bila asal-asalnya, akibatnya bisa fatal. Hadis Nabi mengatakan: Jika sebuah urusan ditangani oleh orang yang tidak tepat, maka buntutnya menunggu kehancuran.

Meski tidak harus separipurna kepemimpinan Nabi, seorang pemimpin itu paling tidak wajib memenuhi kriteria mumpuni. Yaitu terbukti kecerdasannya, jujur, amanah, konsisten, bisa dipercaya, dan mampu menberi contoh yang baik.

Baca Juga:  Edisi Sabtu, 11 April 2020

Sekarang ini kita sedang menghadapi moment Pilkada. Kontestasi mencari pemimpin yang terbaik. Dengan harapan ke depan terjadi perubahan dan perbaikan di daerah yang sama-sama kita cintai.

Wassalam. (exm/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *