Jual Odol Gigi 

Oleh: Hairil Paputungan (Wartawan Senior)

BARU kali ini saya tidak pede menulis. Setelah membaca tulisan maha guru saya, Dahlan Iskan. Bahkan untuk menulis status di media sosial. Seperti enggan. Tapi buru-burun saya pacu semangat. Harus bisa. Toh tidak semua harus dihentikan. Hanya yang terkait Covid-19. Maka, setelah membaca tulisan Pak DI –begitu singatan namanya– itu, saya menulis status medsos. Disertai foto-foto sedang jalan pagi. Padahal bukan tipe saya mengumbar aktivitas begitu di medsos. Agar tidak norak, saya menyelip support kepada tim medis. Di rumah-rumah sakit. Yang sedang berjuang merawat dan menyembuhkan pasien Covid-19. Baik yang positif. Maupun yang masih Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Padahal sedari malamnya saya sudah ngebet mau tulis. Tentang salah satu pejabat. Yang istrinya kena Covid-19. Dan ia marah-marah. Merasa sehat-sehat saja. Tidak takut terpapar virus yang asal kota Wuhan, Tiongkok itu. Yang sudah merengut jutaan nyawa. Yang bahkan memorak-morandakkan perekonomian dunia. Membuat negara-negara kuat dan kaya menjadi sangat lemah.

Si pejabat tidak merasa bersalah. Dan bersikeras tidak mau dipublis. Padahal, akibat istrinya itu, yang tidak mau dikarantina, setelah pulang dari wisata religi luar negeri, kisaran 100 an orang berstatus Orang Risiko Tinggi. Ah, ini kok jadi ngelantur. Padahal kan tadi saya sudah bilang enggan menulis soal Covid-19 lagi. Sudah terlalu banyak orang pintar mengulas Covid-19. Boros bila saya tambah-tambahin lagi. Cuma memperkeruh keadaan.

Baca Juga:  Pemerintah Janji BLT Rp 600.000 Per KK Selama Tiga Bulan

Sudahlah. Saya mau jualan saja. Tiba-tiba terlintas di benak. Nantinya saya akan borong bahan-bahan kebutuhan pokok. Di salah satu gerai grosiran. Lantas saya promo di medsos. Ditujukkan kepada orang-orang yang sedang stay at home. Tidak keluar rumah. Tidak ke pasar. Tidak ke supermarket. Takut bersua kerumunan orang. Takut bersentuhan.

Sudah kebayang, betapa besar pangsa pasar saya. Mereka ini akan jadi sasaran jualan saya. Ada beberapa gaya jualan. Misal, mengirim daftar permintaan barang. Lewat medsos tentu. Saya lantas membungkusnya. Tapi sebelumnya sudah menyepakati harga. Kira-kira samalah dengan yang di mini market. Opsi pertama, saya antar. Tapi tidak perlu ketemu pembeli. Cukup ia letakkan uang pas di pagar rumah. Dibungkus tas plastik. Barang yang ia beli, juga akan saya letakkan di tempat itu. Dalam bungkusan plastik. Sesuai pesanannya. Selesai. Dan aman. Opsi kedua, gosen. Diantar gojek. Tapi ini ada uang jasanya. Dibebankan kepada siapa? Tidak kepada siapa-siapa. Saya tinggal up saja harga peritem. Sesuai ongkos gosen. Selisih harga itu akan saya beri ke gojek. Beres kan?

Lalu jika pesanan bertubi-tubi? Ah ini yang repot. Pertama, butuh beberapa orang membungkus pesanan. Butuh satu orang operator yang stand by depan ponsel. Untuk membaca dan menerima setiap pemesanan. Pasti banyak yang kurang yakin bisnis ini. Apalagi mereka yang merasa bahwa masih banyak orang rela ke super market, mini market, warung-warung. Bahkan ke pasar tradisional.

Baca Juga:  Edisi Kamis, 8 Oktober 2020

Tapi, sebanyak itu yang masih nekat keluar rumah, lebih banyak lagi yang memutuskan tetap tinggal di rumah. Tidak percaya? Coba buka status di facebook, instagram, twitter dan lainnya. Dari 10 orang yang punya status, delapan diantaranya stay at home. Dua orang lagi ke mana? Ngelayap, kerja cari nafkah, jalan-jalan atau sedang belanja keperluan di warung, super market atau mini market terdekat.

Masih kurang percaya? Ayo, kita buktikan. Dengan jalan promo di medsos. Tidak usah yang ribet-ribet. Mulai dengan odol gigi, sabun mandi, sabun cuci, tusuk gigi. Shampoo, pembersih lantai, dan barang-barang yang kelihatan sepele tapi dibutuhkan saban waktu. Apakah saya ngelantur menulis ini? Seperempat hayalan, seperempet lagi angan-angan, setengahnya pembuktian. Kapan mulai? Sekarang. Mau tunggu didahului orang lain? Mulailah.

Anda akan lupa tentang Covid-19. Tidak galau dengan jumlah korban. Tidak risau dengan pemenuhan kebutuhan pokok. Tidak peduli mau lockdown atau tidak. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) atau tidak. Saya menemukan cara ini untuk menyibukkan diri di tengah banyak kevakuman aktivitas. Baik kantoran, pertemuan bisnis dan atau meeting-meeting ringan sejawat. Dan bahkan kehilangan sejumlah peluang untuk membagi ilmu kepada komunitas tertentu yang acap mengundang untuk jadi pemateri.

Baca Juga:  Edisi Sabtu, 11 April 2020

Daripada banyak materi numpuk di laptop, mending sesekali dibagi siapa tahu ada yang minat. Seperti ini misalnya. Yang mau jiplak ide ini mentah-mentah, silakan. Tidak dilarang. Saya malah senang. Kalau butuh bantuan, ajak saya hehe. Saya juga, jika ada modal akan melakukan hal serupa. Yang jadi ganjalan adalah kita akan sering keluar rumah. Untuk membeli bahan-bahan itu. Baik di pasar grosir. Bahkan sampai ke pasar tradisional.

Agar terhindar dari paparan virus, sebaiknya beli APD (alat pelindung diri). Biar seperti astronot, tapi beginilah jalan terbaik. Tidak sekadar hanya pakai masker. Dengan APD, kita tidak ragu menyelinap diantara orang. Dan tidak khawatir antri di tempat grosiran. Ini cuma salah satu ide. Yang bisa dilakukan untuk melupakan berita-berita Covid-19 yang seliweran di semua stasiun tivi. Juga media cetak. Dan, lebih-lebih lagi medsos. Mau dipraktekkan atau tidak, semua kembali ke niat dan tekad. Mau stay at home tanpa menghasilkan apa-apa. Atau melakukan sesuatu agar memperoleh apa-apa.

Selamat mencoba.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *