Warga Manado Jangan Panik Berlebihan

EXPOSEmedia, MANADO – Reaksi kepanikan warga Sulut terhadap dampak pandemik Covid -19 atau Virus Corona kian menjadi, pasca ditetapkannya Kota Manado sebagai salah satu wilayah Transmisi Lokal COVID-19 di Indonesia.

Sejumlah status bernada sinis, amarah dan protes berseliweran di jejaring sosial facebook dan WAG. Mereka mendesak, agar pemerintah provinsi mengambil langkah cepat dengan menutup bandara Sam Ratulangi Manado. Padahal, kewenangan menutup bandara adalah kewenangan pemerintah pusat.

Tak hanya itu, lima daerah di kabupaten bolaang mongondow raya, kompak menutup akses lalulintas orang dan kendaraan diperbatasan dan hanya membolehkan kendaraan yang mengangkut logistik dan bahan pangan.

Situasi sosial masyarakat di tengah wabah Covid 19 ini, spontan mengundang perhatian serius psikolog Aris Soleman, M.Psi. Kepada Exposemedia, Rabu (8/4/2020), Aris mencoba mengingatkan agar warga Kota Manado tidak panik berlebihan. Perlu dibangkitkan optimisme, bahwa bencana ini pasti akan berakhir.

Baca Juga:  Pemerintah Janji BLT Rp 600.000 Per KK Selama Tiga Bulan

Memang, penyebaran Covid-19 yang terjadi secara global dan berkembang cepat telah memunculkan reaksi. Dan kebijakan tanggap darurat adalah langkah terbaik dalam menanggulangi wabah tersebut.

Social distancing dan jaga jarak fisik dengan cara kerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah, serta pemberlakukan karantina bagi mereka yang terdampak COVID-19, penting dilakukan.

Hanya saja, kata Aris, kondisi ini oleh sebagian orang telah menjelma menjadi teror dan menimbulkan efek paranoia massal.
Terlebih pasca ditetapkannya Kota Manado sebagai Kategori transmisi lokal penyebaran Covid-19.

Baca Juga:  Kepala BP2MI: Tangkap Peluang Kerja ke Luar Negeri, Jadilah PMI Prosedural

“Artinya Covid-19 yang dibawa masuk ke Manado, menular ke penduduk setempat, untuk kemudian menular lagi ke penduduk lainnya meski yang bersangkutan tidak terdapat riwayat keluar daerah atau luar Negeri,” terang dosen IAIN Manado.

Lanjutnya, dalam psikologi, dampak negatif dari kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya post-traumatic stress symptoms termasuk di dalamnya kecemasan, kebingungan, dan kemarahan.

Perasaan cemas dan marah merupakan reaksi alami tubuh terhadap stres yang sebenarnya bermanfaat untuk membuat kita menjadi lebih berhati-hati dan waspada. Namun, perasaan tersebut bisa menjadi tidak sehat jika muncul secara berlebihan, sulit dikontrol, atau sampai mengganggu aktivitas sehari-hari.

Bahkan dalam banyak kasus, perasaan cemas dapat mengganggu metabolisme tubuh dan memunculkan keluhan fisik seperti merasa demam, pegal-pegal, dan sakit tenggorokan, terlebih jika terpapar berita atau kejadian yang berhubungan dengan infeksi Covid-19 secara terus menerus.

Baca Juga:  Edisi Selasa, 16 Juni 2020

“Reaksi gejala semu ini disebut gangguan psikosomatik, dimana kondisi itu terjadi lantaran tekanan psikologis yang memengaruhi fungsi fisiologis (somatik) secara negatif hingga menimbulkan gejala sakit,” jelas Soleman.

Akibatnya, gejala psikosomatik muncul, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, menciptakan rasa sakit di dada dan berbagai kondisi-kondisi lainnya.Karena itu, dalam situasi seperti ini, Penting untuk mengatasi rasa cemas dan ketakutan berlebihan.”

Lakukan hal-hal positif, menyenangkan dan berisi harapan melalui media sosial. Dan paling penting adalah menjaga optimisme bahwa bencana ini pasti akan berakhir,” pungkasnya. (rin/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *