Oleh: Arifin Labenjang (Jurnalis Senior, Pengamat Komunikasi Politik)
SEKENCANG apapun kebohongan berlari, kebenaran akan sanggup melampaui. Pertarungan politik kerap melahirkan kegaduhan. Mengganggu dan merusak konsentrasi rakyat, yang kini sedang menghadapi banyak masalah. Pada faktanya, rakyat saat ini berhadapan dengan problem genting. Mulai darisoal Pandemi Covid 19, kesulitan ekonomi, hingga gonjang ganjing politik
Tetapi di tengah kerumitan itu, selalu muncul kebohongan dan dusta
yang luar biasa. Orang-orang yang waras, tentu akan memilih sikap bijak. Tak terpengaruh. Berpikir jernih. Masalahnya saat ini berbagai perangkat komunikasi justru menjadi panggung terbuka bagi para pendust.Menyerang pihak lain. Mengolok-olok. Menyebar dan merekayasa berita palsu. Pilkada di Boltim pun tak lepas dari suasana itu.
Sejatinya kontestasi Pilkada adalah ajang menampilkan gagasan. Menjadi wadah mengadu argumentasi. Mengangkat isu isu publik yang dibutuhkan. Mendorong perubahan ke arah lebih baik. Serta mengkampanyekan politik yang cerdas bermartabat.
Syukur moanto… permainan celaka ituternyata tak terlalu berpengaruh. Masih banyak rakyat waras yang memilih cerdas. Sedikit saja sebenarnya para pihak yang terlibat dalam membuat provokasi.
Suhendro Boroma dan Rusdi Gumalangit, sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Boltim, tegas menentukan sikap. Keduanya berada pada
garis lurus. Melakukan pendidikan politik yang santun, bermartabat, dan mengedepankan ahlak. Bukan hanya tidak akan terlibat dalam kampanye hitam serta propaganda dusta. Melainkan melawan semuarekayasa fitnah dan kebohongan.
Mengapa?
Pertama, setiap gelontoran dusta dan fitnah selalu melebar ke mana-mana. Jika didiamkan, resikonya akan dianggap benar. Atau justru diramaikan. Menjadibahan pergunjingan. Ini tak sehat. Rakyat butuh informasi factual, akurat, serta mengandung solusi atas permasalahan di Boltim.
Kedua, rakyat Boltim saat ini menghadapi sejumlah persoalan mendasar, yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama.
Mulai dari soal pertumbahan ekonomi, keluhan petani, persoalan nelayan, masalah sampah, sulitnya akses terhadap kesehatan, perhatian terhadap kaum miskin, terbatasnya lapangan kerja, dan banyak lagi. Isu-isu ini jauh lebih penting didiskusikan. Bukan malah meramaikan opini publik dengan olok-olok, hinaan, dan caci maki.
Ketiga, dusta dan fitnah adalah kejahatan. Kejahatan harus dilawan. Kecil atau besar, tindak menyebarkan dusta dan kebohongan adalah teman dari kejahatan. Pranata hukum dan tertib sosial akan rusak jika kitapermisif (membiarkan) tindakan culas berlangsung terus menerus. Suhendro Boroma dan Rusdi Gumalangit, memutuskan mengikis habis penyakit anti kebenaran ini.
Keempat, perilaku dusta dan kampanye fitnah adalah penyakit sosial akut. Merusak normadan nilai-nilai kemanusiaan. Tertib sosial,harmoni, dan perdamaian sulit terwujud jika terjadi pembiaran terhadap praktek keji seperti itu. Saat ini titik sasar propaganda bohong itu memang terarah ke kubu Suhendro Boroma dan Rusdi Gumalangit, tetapi bisa jadi lain waktu ke pihak lain.
Itikad Suhendro Boroma dan Rusdi Gumalangit melawan semua itu patut kita dukung, agar tertib sosial bisa tercipta.Itulah beberapa poin argumentasi untuk melawan Hoax dan Fitnah. Memang pada dasarnya, bisa saja kubu Hendro – Rusdi memilih
diam, atau bahkan memanfaatkan situasi. Tetapi itu adalah pikiran licik dan memancing di air keruh. Sebab pilihan yang benar adalah melakukan yang terbaik untuk masyarakat Boltim. Termasuk melawanpenyebaran hoax dan dusta. (***)