Secara teknis teori kepemimpinan menempatkan posisi pemimpin begitu mulia. Sementara secara filosofis, kepemimpin bukan tentang kepentingan sesaat “vested interest”, urusan tunggal, dan personal. Kepemimpin dalam kacamata sosiologis, berarti tentang banyak orang.
Mereka yang diberi amanah menjadi pelayan, tidak mudah. Pemimpin harus menyentuh semua dimensi kemanusiaan. Secara operasional, dan fungsional pemimpin itu mengurus hajat hidup orang banyak (rakyat). Ya begitulah pemimpin itu public service.
Bukan hanya mengurus dirinya secara personal. Atau mengurus lingkup keluarga, kerabat, dan organisasi yang terbatas. Kesadaran tersebut terpatri dalam pikiran politisi Sulawesi Utara, Harry Azhar, SE. Baginya, pemimpin bukan soal diri sendiri.
Tidak sedikit orang kurang tepat mengaktualisasi peran penting pemimpinan. Menurut Harry Azhar, SE, Ketua DPW Partai Bulan Bintang (PBB) provinsi Sulawesi Utara (Sulut) bahwa menjadi seorang pemimpin itu bukan tentang Aku. Tetapi tentang kita yang bersama-sama mengarah ke tujuan yang sama.
Walaupun disadarinya, bahwa transformasi kepemimpinan memang bermula dari diri sendiri. Artinya, sebelum memimpin dan mengajak orang lain maju, disiplin, dan mau bekerja, seorang pemimpin terlebih dahulu harus selesai pada dirinya sendiri.
Prinsip kepemipinan politik itulah yang mengilhami Harry Azhar, yang juga adalah Anggota DPRD Kabupaten Minahasa Utara. Jika secara rutin dan teratur kesadaran pemimpin terkonstruksi rapi, maka perubahan peradaban yang lebih luas akan tercapai.
Kenapa pemimpin yang melekat pada orang lain. Mengurus kepentingan-kepentingan orang lain?, karena dari orang lain (rakyat) hakikat kepemimpinan berasal. Dari rakyatlah legitimasi dan legalitas kepemimpinan publik diberikan.
Disandangkan pada pemimpin. Apalagi dalam konteks kepemimpinan demokrasi, dari rakyatlah kedaulatan serta kepercayaan diberi melalui mandat rakyat. Tidak mudah memang, kepemimpinan merupakan kata yang mudah diungkapkan. Tapi sukar dilaksanakan.
Terlebih bagi mereka yang memimpin diri sendiri saja sulit. Pemimpin disebut Harry Azhar, adalah tentang keteladanan dan juga legacy. Tidak sempit soal kepentingan kursi kekuasaan atau kedudukan politik.
Amanah itulah yang membuat pemimpin makin memiliki marwah tinggi, spesial, dan dihormati. Tanggungjawab pemimpinan pun tidak ringan. Tidak sekedar di dunia, melainkan di akhirat kelak. Bahkan tanggujawab yang dimintai, ditagih diakhirat itu yang berat.
Itulah pentingnya calon pemimpin diminta mengerti secara kahfa apa itu kepemimpinan. Melatih diri, membuka dirinya untuk belajar dari orang-orang sekitar. Yang dilakukan tersebut sebagai antisipasi, agar ketika memimpin seorang pemimpin tidak melampaui batas kewenangan.
Sehingga berhayalah pemimpin yang arogan dan sewenang-wenang pada rakyat yang dipimpin. Yang saat memimpin hanya menyusahkan rakyat. Kesadaran inilah yang terus diingatkan dan diterapkan Harry Azhar sebagai politisi.
Pemimpin juga perlu menempatkan dirinya dalam ruang kemajemukan atau keberagaman. Tidak anti terhadap perbedaan. Berpikiran lengkap dan bijaksana dalam penyelesaian masalah. Begitulah esensinya, pemimpin adalah bukan tentang aku, melainkan tentang kita (orang banyak).
Catatan Bung Amas, pegiat literasi