Meneropong Hak Pemilih Disabilitas Pilkada 2020


PILKADA Serentak 9 Desember 2020 kini sudah di tahapan Coklit yang 13 Agustus akan berakhir, Catatan penting bagi KPU yaitu daftar pemilih (DPT) disabilitas belum terakomodasi secara maksimal. Ada persoalan saat petugas PPDP melakukan coklit dan pencocokan data pemilih, masalahnya pendataan data pemilih disabilias tidak di coklit.

Kesamaan hak pilih bagi penyandang disabilitas berpotensi membuat petugas KPPS di TPS tidak siap untuk memfasilitasi pemilih bagi penyandang disabilitas. Paradigma masyarakat yang masih memposisikan penyandang disabilitas warga Kelas dua membuat sebagian keluarga tidak terbuka jika ada anggota keluarganya punya kebutuhan khusus.

Bawaslu sebagai Ujung tombak memastikan keadilan Pilkada diharapkan memperhatikan Dalam mengawasi Pilkada 2020 di 270 daerah pada 9 Desember nanti. Fokus pengawasannya adalah selain menjamin terakomodirnya hak pilih dalam DPT tentunya pada hari pungut hitung yakni aksesibilitas di TPS. Aspek yang dipantau adalah (1) Partisipasi penyandang disabilitas, (2) Jalan menuju TPS, (3) Lokasi TPS, (4) Pintu masuk dan pintu keluar TPS, (5) Luas TPS, (6) Meja Bilik Suara, (7) Tinggi meja kotak suara, dan (8) Ketersediaan alat bantu tuna netra.

Hasil pangawas pilkada memastikan bahwa tingkat seberapa besar presentasi partisipasi penyandang disabilitas di Pilkada serentak 2020 nanti yang berdasarkan entry data Model C1 yang merupakan hasil sementara dan bukan hasil final.

Baca Juga:  Anomali Pemilu 2024: Penuh Kecurangan TSM, Jokowi Khianati Demokrasi dan Konstitusi

Hak Pilih dan Aksesibilitas
TPS Akses
Tentunya Mengacu pada aturan KPU pada dasarnya TPS semestinya berapada ditempat yang mudah dijangkau oleh pemilih salah satunya ialah pemilih penyandang disabiltas. Area menuju TPS dapat dipastikan akses (permukaan tanah tidak berbatu, tidak bergelombang, tidak berumput tebal atau tidak berselokan, agar memudahkan pemilih penyandang disabilitas ketempat TPS.

Selanjutnya Pengawas Pemilihan harus memperhatkan temuan dilapangan bahwa seberapa besar jalan ke TPS tidak akses bagi penyandang disabilitas, dan berpa besar jalan ke TPS yang bisa dilalui penyandang disabilitas.

Area TPS
Acuan buku panduan KPPS harus jelas menyebutkan bahwa: “Pembuatan TPS harus memberikan kemudahan bagi kelompok disabilitas pengguna kursi roda dan lanjut usia, seperti di tempat yang rata tidak berbatu-batu, tidak berbukit-bukit, tidak berumput tebal, tidak melompati parit/got dan tidak bertangga-tangga”.

Untuk itu Bawaslu memastikan betul terkait fakta dilapangan apakah masih terdapat lokasi TPS yang tidak akses bagi penyandang disabilitas seberapa besar presentasi TPS terletak di lokasi bertangga, bertingkat, berundak, berumput atau berkarpet. Berapa besar TPS yang lokasinya memudahkan penyandang disabilitas untuk memiih.

Pintu TPS
Selanjutnya dalam Peraturan tentang lebar pintu masuk dan pintu keluar TPS hal tersebut harus benar-benar diatur dalam buku panduan KPPS yang secara jelas menyebutkan bahwa; “Pintu masuk dan keluar TPS sebaiknya lebarnya tidak kurang dari 90 cm agar dapat menjamin akses gerak bagi Pemilih penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda”. Dalam hal ini harus di atur dalam PKPU juga bahwa pintu masuk dan keluar harus akses bagi penyandang disabilitas.

Baca Juga:  Waduh, KPUD Banggai TMS-kan Calon Petahana dari PDIP

Problem Ketidaksiapan KPU
Hasil pemantauan pada Pilkada serentak sejak 2015 hingga 2018 bahkan sampai pemilu serentak 2019 menunjukkan bahwa: misalnya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 masih terdapat 144 (14%) TPS yang tidak ada alat bantu tuna netra dan terdapat 857 (86%) TPS terdapat alat bantu tuna netra. Ketidakadanya alat bantu tuna netra tersebut bisa jadi memang tidak ada dikotak atau petugas yang tidak mengetahui kegunaan alat bantu tuna netra tersebut. Bahkan di beberapa TPS ditemukan alat tersebut diletakkan di bawah meja pendaftaran pemilih tidak pernah dijelaskan kegunaannya selama proses pemugutan suara.

Padahal telah tercantum berbagai peraturan yang memuat tentang pelaksanaan pemilu yang akses bagi penyandang disabilitas. Bahkan secara khusus Buku Panduan Pemungutan dan Perhitungan Suara di TPS PILKADA 2017 juga telah dijelaskan didalamnya secara gamblang bagaimana membuat TPS yang akses dan bagaimana melakukan pelayanan yang ramah.

Potret Pilkada Serentak mulai dari Tahun 2015, 2017 & 2018 tidak tersedianya template braille untuk penyandang tunanetra dalam surat suara menunjukkan kurang maksimal KPU dalam menjamin hak pilih para penyandang disabilitas dalam pilkada & pemilu sebelumnya masih banyak penyandang disabilias yg belum terakomodir hak pilihnya dalam Pilkada.

Baca Juga:  OPINI: PKPU 13 Tidak Bertaring

Dalam proses bimbingan teknis petugas KPPS yang dilaksanakan oleh PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) atau PPS (Panitia Pemungutan Suara) adalah waktu yang sangat menentukan bagaimana petugas KPPS dibekali dengan pemahaman untuk melaksanakan pemungutan suara yang akses bagi penyandang disabilitas.

Dalam Pilkada serentak Gelombang Pertama sampai dengan gelombang ketiga Tahun sebelumnya KPU tetap meninggalkan catatan bagi KPU dimana terdapat kasus ketika banyak petugas TPS tidak mengetahui informasi mengenai kertas suara untuk penyandang disabilitas, kurangnya sosialiasi oleh KPU mengenai template braille kepada panitia TPS membuat template braille tersebut tidak digunakan secara optimal dalam proses pemilihan di TPS, bahkan kebanyakan panitia TPS tidak membuka template braille tersebut dan membiarkannya tetap berada di kardus.

Problem lainnya adalah belum tersedianya kolom daftar pemilih tetap (DPT) bagi penyandang disabilitas di KPU yang menunjukkan KPU belum serius untuk menjamin kesetaraan hak pilih para penyandang disabilitas.

Pilkada Serentak gelombang Terakhir 9 Desember 2020 KPU bagaimana membenahi & memastikan betul daftar pemilih tetap (DPT) bagi penyandang disabilitas, sebab jika meneropong pilkada sebelumnya TPS yang tidak ada alat bantu bagi tuna netra tidak akses. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *