Titik Kumpul Kemajuan, MSM Tawaran Kepemimpinan Masa Depan

Muhammad Syukur Mandar

LAHIR dan besar dari rahim aktivis mahasiswa, Bang Syukur begitu Muhammad Syukur Mandar ‘MSM’, akrab disapa memiliki relasi yang luas. Pergaulan, kematangan emosi dan intelektual membuat figur muda yang satu ini disegani. Tak salah, Bang Syukur disebut sebagai titik temu. Rayat di daerahnya, Halmahera Barat memintanya untuk menjadi mencalonkan diri sebagai calon Bupati.

Bang Syukur dikenal visioner. Santun dalam tutur kata, dan membangun gagasan gotong royong. Politisi muda yang satu ini memiliki keunggulan. Gagasan berkemajuan yang dimilikinya menjadi magnet. Menyatukan para aktivis pemuda. Tokoh masyarakat dan kaum yang memiliki akal sehat, bukan akal yang sakit akan mengkonsolidasi diri untuk mendukungnya.

Sosok yang satu ini merawat dan menjadikan diskusi produktif sebagai tradisi. Sebuah kebiasaan-kebiasaan baik yang bermuara pada kemajuan daerah, sehat, tumbuh kembangnya pembangunan daerah maupun negara. Menjaga kewarasan berfikir bagi Bang Syukur merupakan suatu keniscayaan sejarah. Dan alternatif terbaik untuk menjaga peradaban yang bermutu.

Kenapa Bang Syukur menjadi titik temu kemajuan?, dari beberapa dimensi terkuak posisinya di kancah nasional cukup memberi warna. Pernah menjadi pengurus PB HMI, DPP KNPI, dan kini berkiprah juga di KAHMI. Afiliasi politiknya juga terpotret, pernah di DPP Partai Hanura. Segudang pengalamannya di organisasi dan politik praktis mengantarnya menjadi politisi matang.

Relasinya di tingkat nasional, juga internasional terbuka. Figur seperti ini yang dinanti masyarakat. Disiapkan untuk menjemput perubahan-perubahan besar di masa yang akan datang. Pemimpun yang bisa menjawab tantangan masa depan. Punya pikiran futuristik. Jangkauan paradigma yang jauh ke depan. Tidak berkutat pada problem lama.

Baca Juga:  Meidy Tinangon Beber Kesiapan KPU Sulut Gelar Debat Publik II di Minahasa

Tidak bersifat terkooptasi atau dikungkung masa lalu yang cenderung tidak maju. Titik temu lainnya, ialah Bang Syukur begitu akomodatif dan inklusif ‘terbuka’. Terhadap saran, kritik, masukan aspirasi maupun kepentingan difasilitasinya. Dipandang sebagai energi positif, kekuatan untuk menguatkan perjuangan merubah suatu tatanan masyarakat.

Politisi yang punya pendirian. Berfikir independen, menolak takluk atas intervensi maupun tekanan. Kemandirian pikiran, sikap inilah yang didamba-dambakan banyak pihak dari Bang Syukur. Tidak berlebihan saya katakan, daerah atau negara akan merugi jika tidak memberi giliran memimpin dapa generasi hebat seperti Bang Syukur.

Dia merupakan sosok yang kreatif dan inovatif. Tipikal pemimpin yang tidak mau pasrah dengan keadaan. Sebut saja daerahnya di Kabupaten Halmahera Barat, yang dari aspek potensi daerah yang berlum tergarap, dalam visi besarnya akan digarap. Dikembangkan. Seluruh warna warni, latar belakang masyarakat disatukannya.

Tanpa mau secara sadar, secara sengaja, atau secara tidak sengaja melakukan diskriminasi terhadap satu dua komunitas masyarakat lainnya. Tidak sekedar pandai dengan konsep dan retorika politik. Bang Syukur tau cara mengatur. Karena menurutnya memimpin itu seni mengatur. Mengaregasi kepentingan, memberi solusi untuk menyelamatkan masyarakat dari segala macam ancaman. Selamatkan dan arahkan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita bersama yakni keadilan, kesejahteraan, kepastian hukum, serta ketenangan hidup.

Baca Juga:  Solidaritas PMI Turut Aksi Buruh di Istana Cabut Cipta Kerja dan Tetap Gaungkan Tuntutan PMI

Terpotret, nilai dasar perjuangan Bang Syukur meyakini bahwa kekuasaan harus melayani rakyat. Kekuasaan menjadi ladang amal ibadah. Bukan alat tukar. Bukan pulang medium atau jalan untuk memamerkan kesombongan, membuat jarak dengan rakyat. Pemimpin haruslah setara, dan menciptakan kesetaraan sosial dengan masyarakatnya.

Bagaimana seorang pemimpin mendelivery kesejahteraan pada masyarakat. Dimana kekuasaan dikelola secara amanah. Menempatkan diri sebagai pesuru masyarakat. Representasi dari banyak orang untuk berbuat baik, bekerja, mengabdi pada masyarakat. Tidak tunduk pada pemilik modal. Menjadi boneka bagi cukong. Peran mengagregasi kepentingan dilakukan pemimpin tersebut secara adil.

Menjadi titik temu karena Bang Syukur dinilai memberi ruang, bersahabat dengan kaum intelektual. Menjunjung tinggi kebebasan pikiran. Aarus pikiran dalam negara harus bebas, itu menurutnya. Selain itu, pemimpin harus bisa membangun keakraban sosial. Bang Syukur bukan politisi ‘tong kosong’. Bukan politisi tiba saat tiba akal, atau politisi jadi-jadian, abal-abal.

Ia matang dalam proses panjang berorganisasi dan bersosial. Komitmennye membela masyarakat kecil telah dibuktikannya sejak mahasiswa. Seorang demonstran yang memperjuangkan nilai-nilai populisme. Tidak berani dirinya berseberangan, apalagi melawan suara dan kepentingan masyarakat banyak. Pemimpin yang mempunyai ide ini selalu mengedepankan optimisme.

Punya nilai yang selalu aktif diperjuangkan. Kita tidak boleh menjadi orang latah, begitu kira-kira yang disampaikan Bang Syukur. Jauhkan sikap gagap terhadap segala macam perubahan globalisasi. Pemimpin harus bisa beradaptasi, menterjemahkan perubahan-perubahan zaman mendatang. Masyarakat punya peran atas itu semua. Jangan lagi masyarakat ikut dibodohi politik uang.

Baca Juga:  Gelar Reses di Kolongan Tetempangan, Harry Azhar Juga Beri Bantuan

Sehingga di tahun politik 2024 kembali memilih pemimpin karena uang. Ketika hanya begitu kadar kesadaran berdemokrasi masyarakat, maka yakinlah pemimpin berwatak korup yang akan terpilih nantinya. Pemimpin yang miskin ide perubahan. Pemimpin yang nantinya kembali menerkam rakyat. Pemimpin yang tiba-tiba lupa ingatan ‘pikun’ pada masyarakat.

Resiko paling buruknya ialah lahirnya masyarakat putus asa. Warga menjadi mudah marah-marah, emosional. Frustasi sosial akan terlahir dengan cepat. Seharusnya praktek politik melahirkan masyarakat yang santun, tidak mudah marah. Masyarakat yang punya tata krama. Rukun dan toleran dalam menghadapi perbedaan.

Melompat pada ruang-ruang kearifan lokal. Bang Syukur juga berikhtiar merawat, memelihara semangat kesejarahan daerah. Karena pemimpin yang baik, dikatakannya tidak boleh rapuh dan tercerabut dari akar-akar sejarah. Sejatinya warisan sejarah para nene moyang, leluhur kita perlu dikembangkan. Dilindungi, tidak boleh ditinggalkan.

Kepastian hukum dan keadilan, juga menjadi konsennya. Hal itu terlihat dalam upaya literasi tanpa henti dilakukan Bang Syukur. Bahwa adat religius, nilai-nilai agama di tengah masyarakat perlu disupport pemerintah. Gerakan membuat rumah baca atau Perpustakaan di Desa dan Kecamatan, harus dilakukan untuk menopang pencerdasan anak-anak bangsa.

 

Oleh : Bung Amas, Pegiat Literasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *