EXPOSEMEDIA, Jakarta – Tegas, Koalisi Masyarakat Pro Demokrasi di Sulawesi Utara menyampaikan rasa kecewanya terhadap sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku telah bertemu dan memberikan selamat pada calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2.
Padahal kompetisi Pilpres belum selesai tahapannya dan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka belum ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang secara resmi.
“Sesungguhnya kami kecewa terhadap Presiden Jokowi, karena apa? Guna apa ada Lembaga Komisi Pemilihan Umum bila mana Presiden Pak Jokowi sebagai kepala negara yang masih aktif dengan berdasarkan quick count langsung terburu-buru memberikan ucapan selamat kepada salah satu paslon. Itu sama artinya Presiden Jokowi mendelegitimasi KPU, kata Koordinator Koalisi Masyarakat Pro Demokrasi, Risat Sanger saat memberikan keterangan pers di Lion Hotel Manado, Jumat (16/2/2024).
Risat mengatakan, pihaknya melihat tidak adanya kenetralan pada posisi itu.
“Sehingga merujuk dari UUD 1945 Pasal 7 a, bahwa memungkinkan untuk kami menghusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan itu untuk mengusulkan pencopotan Bapak Joko Widodo sebagai Presiden karena kami malu pada proses tersebut,” sebutnya.
Sebelumnya sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Jokowi mengaku sudah memberikan ucapan selamat pada Prabowo dan Gibran secara langsung. Ia mengungkapkan sudah menemui kedua figur tersebut, Rabu malam.
“Ketemu langsung sudah. Semalam. Berempat. enggak bisa sebut (dengan siapa saja),” sebut Jokowi di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis pagi.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Pro Demokrasi, inisiatifnya dimulai dengan diskusi dari empat lembaga Garda Tipikor Indonesia wilayah Sulawesi Utara, Jaringan Aktifis Mahasiswa, Forum Rakyat Anti Korupsi, dan Rumah Nusantara.
Rencanannya hari ini Koalisi Masyarakat Pro Demokrasi akan menggelar unjuk rasa di beberapa tempat, di antaranya DPRD Provinsi Sulawesi Utara, KPU dan Bawaslu. Namun unjuk rasa tidak jadi digelar karena ada kendala.
“Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) unjuk rasa yang kami layangkan sejak hari Selasa lalu masuk di Intelkam Polda Sulut sampai kemarin kami berkoordinasi dan sudah bertatap muka dengan para pejabat di Intelkam Polda Sulut, yang tadinya akan mengeluarkan STTP ternyata hingga detik ini belum ada STTP, sebagai warga negara yang baik kami taat akan hukum,” kata Risat.
Menurut Risat, apakah ini murni kekeliruan atau kelalaian administrasi, karena sampai kemarin sebenarnya di pengurusan STTP itu sudah diurus tapi hanya karena ada kesibukan hingga hari ini follow up belum terjadi.
“Atau juga mungkin karena ada isu yang kami angkat juga yang sangat sensitif menjadi hambatan itu. Karena kami juga intinya hari ini menggelar unjuk rasa dan konferensi pers adalah meminta Pak Presiden kita Joko Widodo untuk turun dari jabatannya sebagai presiden,” ujar Risat.
Dikatakannya, alasan yang pertama adalah bahwa dalam pemilihan umum legitimasi dari proses juga bagian yang amat penting sebelum menuju pada legitimasi hasil akhir.
“Sebagai warga negara yang baik kami memutuskan untuk menghormati apapun yang nantinya menjadi hasil Pemilu 2024, hingga adanya pelantikan yang menggantikan presiden kita nantinya kami akan loyal kepada kepentingan republik,” katanya.
Akan tetapi, kata Icad sapaan akrabnya, seperti rekan-rekan, masyarakat dan khalayak umum mengetahui bahwa adanya dugaan-dugaan yang berseliweran baik yang sedang disampaikan oleh TEMPO dalam programnya Bocor Halus. Terakhir juga adalah Dirty Vote yang diangkat oleh rekan-rekan pakar tata negara yang sehari-hari berada di Mahkamah Konstitusi.
“Ini semua merujuk dari kesiapan-kesiapan yang kami lihat adanya upaya-upaya kotor di balik pemilu tersebut,” imbuhnya. (*/Redaksi)