EKOLOGI FILANTROPIS

Data pemantik atau pembanding

Oleh ReO, Ekologikawan

“Kita tidak dapat menghentikan bencana alam tetapi kita dapat mempersenjatai diri dengan pengetahuan: begitu banyak nyawa tidak perlu hilang jika ada kesiapsiagaan bencana yang cukup”.(Petra Nemcova[43], Founder Happy Heart Fund).

Bencana alam untuk ketiga kalinya merangsek kota Manado sejak Januari 2014 hingga Januari 2023 ini. Setelah hampir lebih dari 800 hari Pemkot memperbaiki fasilitas publik — dari trotoar, drainase hingga TPS Sumompow dan Walikotanya Andrei Angouw baru usai Gongxi Fa Cai — mendadak hujan dan badai begitu cepat meluluhlantakkan sekujur tubuh kota yang, terutama daerah sempadan dan pemukiman, memang rawan bencana.

Baca Juga:  Sekda Micler Sampaikan Dua Pesan Penting Wali Kota dan Wawali Manado

Bahkan peresmian bendungan Kuwil Kawangkoan yang baru saja dilakukan presiden, tiba-tiba buyar karena disimpulkan bendungan Kuwil ini bakal mengendalikan debet air ke sungai-sungai yang mengalir kota Manado seperti diberitakan https://beritamanado.com/olly-dondokambey-bilang-mulai-kini-wali-kota-manado-bisa-tidur-nyenyak/.

Belum berselang pindah bulan, “tidur nyenyak” Walikota dikejutkan bukan oleh warga kota, tapi alam yang tentu saja merasa iklim dan ekologi tidak baik-baik jua.

Apakah sistem ekologi rekayasa dan ekologi natural di kota Manado memang sedang menyimpan tabir upgrasi dan degradasinya? Tak ada informasi akurat dan resmi dari BLHD.

Seolah sistem ekologi kota ini tak berurusan dengan hak-hak publik untuk hidup normal dan menikmatinya. Padahal, dua bencana sebelumnya(2014, 2017) cukup untuk memproyeksikan potensi bencana dengan pendekatan sains.

Baca Juga:  Zachawerus: di Manado Belum Ada PERDA yang Harmonis dengan UU Cipta Kerja

Sains ekologi dewasa ini cukup untuk memprediksi dampak perubahan lingkungan, akibat aktivitas industri maupun mobilitas manusia, khususnya di bantaran sungai dan pemukiman warga.

Bukankah Amdal proyek bendungan Kuwil sudah mensyaratkan bagaimana dampak manfaat dan mudaratnya. Lantas, bagaimana studi kelayakan yang dilakukan sekedar prosedur administrasi atau pemalsuan pada metode ilmiah yang telah dilakukan?

Rasanya, bencana ketiga kali ini, sarat dengan misteri alam rekayasa dan alam aslinya yang mustahil disembunyikan dengan cara apapun.

Senyatanya, keseimbangan alam yang tak mengenal rekayasa, akan dengan sikap mengutarakan protes dan kleimnya. Karena ekologi sendiri bukan suatu perkara yang gampang diselewengkan. Ia membutuhkan dialog interaktif dengan semua elemen yang mengikatnya.

Baca Juga:  Blunder, Korwil Hanura Papua Sayangkan Pernyataan Menkopolhukam

Ahli ekologi spiritual seperti Fritjof Capra, misalnya, berulang-ulang mengingatkan bahwa fisika ekologi memiliki hubungan yang rigid dan akurat terkait struktur dan sistem yang menggaransinya. Capra menyebutnya sebagai „web of life.“

Reiner E Ointoe

Jika mengabaikan potensi jejaring (web), semua sistem ekologi akan berantakan dan kita harus siap menghadapinya sebagai keajaiban ekologi filantropis. Sebuah sistem ekologi yang sifatnya “given” dan “balance”.

Karena itu, pada setiap bencana akan lahir entropi yang mengajarkan bagaimana kerakusan (greedy) dan keserakahan (roar) sumber dari semua repetisi kelemahan dan kelancangan keseimbangan ekologi. Makanya, kita harus mampu membaca secara cermat etika ekologi. [**]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *